perkenalkan saya #minZUC cowo paling ganteng di blog ini !! .
SELAMAT DATANG DI BASE WARRIORSJKT48
Jumat, 02 November 2012

Ganbatte Rena

Ganbatte Rena

Langit sudah menjelang senja, seorang gadis siswi SMU masih terduduk
lesu di balkon lantai paling atas sekolahnya yang terletak di daerah Akihabara,
Tokyo. Ia memandangi gemerlapan cahaya kota Tokyo di senja hari itu. Angin
senja yang bertiup mengibaskan rambut panjangnya yang dikuncir. Gadis itu
adalah Rena Nozawa. Rena adalah siswi kelas tiga di sekolah itu. Ia termasuk
dalam deretan murid yang secara akademis berprestasi di sekolah, ia sangat pintar
hampir di semua mata pelajaran terutama mata pelajaran eksak. Hal itu
dikarenakan ia selalu belajar keras untuk mengerti pelajarannya. Selain itu secara
pribadi ia adalah orang yang kalem dan penyabar. Tidak aneh jika kemudian
banyak yang memprdiksi Rena akan menjadi ahli eksak yang hebat, akan tetapi ia
ternyata memiliki impiannya yang tidak diketahui oleh orang-orang di sekitarnya.

Sore itu, ia berada di atas balkon sana bukan berniat untuk melompat dari
atas tempat itu, namun ia memang sering berada di sana pada hari-hari
sekolahnya, menyendiri. Baginya tidak ada tempat di sekolahnya yang lebih
nyaman dikunjungi saat sedang sendiri dan banyak pikiran selain di tempat itu.
Rena sedang memikirkan sesuatu yang penting dalam hidupnya. Ia lalu duduk
bersandar pada tembok balkon tersebut dan menulis sesuatu di sebuah buku, yang
terlihat seperti buku harian. Ia berbicara sendiri sembari menulis.

“Apakah yang harus kulakukan? Aku belum bisa berterus terang kepada ayah dan
Ibu tentang impianku higga saat ini?”

“Aku tidak mau mengecewakan mereka, tapi juga tidak ingin mengorbankan
impianku”

Rena memang sedang bimbang menentukan masa depannya. Beberapa
bulan lagi ia dan juga murid-murid lainnya akan lulus dari SMU dan ia sedang
dalam pilihan yang sulit antara mengikuti pilihan orang tua atau mengejar
impiannya sendiri. Ia meletakkan buku dan alat tulisnya lalu kembali berdiri
menghadap pemandangan kota.

“Apa yang harus kulakukan? Tidak ada yang bisa kumintai pendapat mengenai
hal ini“ Ia kembali bergumam sendiri.

Tiba-tiba suara seseorang membuyarkan lamunannya.

Gadis itu terkejut, ia menoleh ke arah datangnya suara itu...

Seorang siswa yang sudah sangat dikenalnya sudah berdiri sekitar enam meter
dari posisinya

“Kubilang, sedang apa kau di situ? Kau pasti ngomong sama tembok lagi ya??
Dasar! Ayo cepat pulang, gerbang sekolah sebentar lagi ditutup”

Rena merasa malu, anak itu pasti melihatnya dari tadi bicara sendiri. Ia pun segera
bangkit memasukkan buku-bukunya ke dalam tas lalu bergegas pergi dari tempat
itu.

Siswa itu bernama Toshiaki Honjo, Teman sekelas Rena sejak kelas satu.
Wataknya 180 derajat berkebalikan dengan Rena. Ia sangat agresif dan tidak
sabaran, dan lebih berbakat pada bidang olah raga daripada pelajaran di kelas.
Toshiaki adalah anggota klub baseball sekolahnya. Ia sangat berprestasi di bidang
olah raga tersebut dengan berkali-kali mengharumkan nama sekolah di kejuaraan
nasional untuk tingkat SMU. Ia mempunyai cita-cita tinggi sebagai pemain
baseball pro dan kelak membawa Jepang juara all star.

Mereka berjalan pelan melewati distrik Akihabara yang padat dalam
perjalanan pulang. Rena terdiam sepanjang perjalanan pulang, dan Toshi tidak
pandai untuk memulai percakapan. Namun akhirnya Rena duluan buka suara

“Kau keberatan kalau kita sama-sama makan malam di luar hari ini? Ibuku akan
terlambat pulang”

“Baiklah tidak masalah. Tapi aku mau makan Ramen”

“Uhm..’ Rena mengangguk “Terserah kau saja”

“Aku tahu kedai ramen enak di dekat sini” mereka pun pergi ke sebuah warung
makan di sebuah gang dekat jalan Chuodori, Akiba.

“Irrashaimashe” pemilik kedai menyambut mereka berdua ketika memasuki
kedai.

“Obasan, tolong tonkatsu yang biasa. Kau mau pesan apa?” Toshi bertanya pada
Rena

“Aku pesan ramen udon saja” Jawab Rena.

Mereka duduk di depan sang pemilik kedai yang membuat ramen dengan cepat.
Pesanan pun siap dan mereka mulai makan.

Mereka berdua menikmati makanannya masing-masing. Selang beberapa lama
mereka makan lalu tiba-tiba Rena angkat bicara.

Toshi hanya menoleh ke arah gadis itu

“Aku ingin bertanya sesuatu padamu boleh?”

“Kau jangan tertawakan ya? Ini tentang impian atau cita-citamu. Kau pasti
punya impian bukan? Menurutmu apa yang harus kita lakukan untuk mengejar
impianmu itu?

Toshi berhenti makan sejenak dan berpikir. “Hm, entahlah.. melangkah dengan
tekad yang bulat barangkali”

“Memangnya apa lagi? Segala sesuatu harus dilakukan berdasarkan hati yang
mantap”

Rena terdiam. Sadar ada yang dipikirkan oleh gadis itu, Toshi bertanya balik

“Apa ada sesuatu yang membuatmu bimbang?”

“Umm..” Rena mengangguk ragu. Namun akhirnya ia bercerita mengenai
masalahnya.

“Kau tahu kan sebentar lagi kelulusan. Tapi aku masih bingung kemana harus
melangkah setelah ini”

“Kenapa harus bingung? Kudengar kau kan menerima beasiswa dari Todai.
Apalagi yang harus kau pikirkan?”

“Itu masalahnya. Aku tidak ingin ke Todai”

Toshi terdiam. Bagaimanapun untuk ukuran prestasi seharusnya Rena lebih dari
mencukupi untuk diterima di Todai sekalipun.

“Dengan kemampuanku yang terlihat ini, Ayahku mengarahkanku untuk masuk
jurusan finansial di Todai. Itulah masalahnya, aku tidak ingin kuliah finansial.
Impianku....impianku adalah ingin jadi penulis. Aku ingin belajar sastra. Selama
ini mereka melihatku hanya dari prestasi akademis di bidang eksak saja, padahal
aku belajar keras eksak bukan untuk tujuan itu, kalau diteruskan ke universitas

aku tidak sanggup lagi belajar sepenuh hati.”

“Itu.. kau sendirilah yang harus memutuskan. Bukan aku. Kalau itu impianmu
kejarlah apapun resikonya”

“Tapi, aku masih ragu. Bagaimana kalau pilihanku salah dan aku gagal?”

“Nozawa chan, tidak ada yang namanya gagal dalam mengejar impianmu.
Semuanya harus dilakukan dari hati, lalu kau hanya akan menemui kata “belum
berhasil” sebelum betul-betul “berhasil”. Gagal dalam mencoba itu masih lebih
baik tapi kalau kau menyerahkan mimpimu karena takut mungkin saja kau akan
menyesal di suatu hari nanti. Ketika kau punya kesempatan, lakukan usaha
terbaikmu dalam setiap kesempatan itu.”

Rena masih terdiam memikirkan kata-kata temannya itu. Masih terdapat keraguan
dalam hatinya.. Toshi kemudian melanjutkan

“Kau tau berapa banyak lemparan terbaik yang kulakukan saat kejuaraan antar
sekolah?”

Rena Menggelengkan kepala tidak tahu. “Aku melakukan usaha yang terbaik
pada setiap lemparan, jadi jumlahnya sudah tidak terhitung lagi. Dengan cara itu
aku bisa memenangkan kejuaraan” Lanjut Toshi. “Apakah kau mengerti? Usaha
terbaikmu harus dikerahkan setiap kau menemui kesempatan, dengan begitu
peluang kau berhasil juga lebih tinggi”

Rena pun mengangguk. Ia tersenyum mendengar penjelasan dari Toshi. Rasanya
sudah terdapat sedikit kelegaan di hatinya sekarang. Dalam hati ia bertekad akan
mulai coba bicara kepada orang tuanya.

---------

Beberapa bulan setelahnya, kelulusan siswa diumumkan. Semua siswa
dinyatakan lulus dengan status memuaskan, termasuk dengan Rena maupun
Toshi. Hari itu adalah hari wisuda, hari dimana terkahir kali mereka akan bertemu
dan berkumpul karena setelah ini mereka akan menempuh jalannya masing-
masing. Sore itu setelah upacara kelulusan usai, Rena pergi ke taman Ueno. Ia
berjalan melewati jalan taman yang diapit pepohonan dan kursi taman menuju
pinggiran sebuah danau. Di sana Toshi yang sedang duduk di atas batu besar di

pinggir danau sudah menunggunya.

“Yosh...” jawab Toshi singkat sembari melemparkan kerikil ke tengah danau.

Mereka saling bertatapan diam. Keduanya berpikir mungkin ini kali terakhir
mereka bisa bersama-sama seperti itu.

“Omedetou, kau lulus dengan nilai terbaik” Toshi akhirnya membuka percakapan

“Terima kasih. Selamat untukmu juga, kudengar kau mendapatkan kesempatan
untuk masuk akademi Hanjin”

Toshi hanya terdiam dan membuang pandangan ke tengah danau. Rena
memperhatikannya lalu bertanya.

“Ya benar aku mendapat undangan itu, tapi kuputuskan untuk tidak
mengambilnya”

Rena tampak terkejut “Eeh?.. kenapa tidak kau ambil? Itu kan impianmu,
bukankah ini kesempatan menjadi pemain Baseball pro?”

“Memang. Tapi sudah kuputuskan. Setelah ini aku akan pergi ke Fukuoka. Ada
kapal nelayan dengan bayaran yang cukup tinggi. Aku akan bekerja di sana dulu”

“Tapi kenapa? Bukannya kau sendiri yang bilang untuk tidak melewatkan setiap
kesempatan yang datang?”

Toshi hanya tertawa kecil lalu kemudian berkata. “Ini dan itu lain ceritanya.
Masuk akademi Hanjin butuh biaya yang banyak, dan kau tahu Ibuku seorang
diri tidak akan sanggup membiayaiku bahkan jika aku ikut bekerja sambilan
sekalipun. Dalam hidupku, ini bukan soal hanya mengejar mimpiku semata, tapi
juga tidak melakukan apa yang berlawanan dengan hati nuraniku”

Rena terdiam, Ia merasa kasihan padanya. Di saat kesempatan emas datang, justru
faktor non teknis menjadi halangan.

“Lagipula aku tidak bicara soal menyerahkan impianku sekarang. Siapa bilang
aku menyerah? Menjadi pemain pro itu hanya masalah waktu dan kesempatan
saja, semuanya bisa diawali dari manapun. Aku bisa mulai dari liga amatir dulu.
Kousuke pemain nasional itu juga mengawali karirnya dari liga amatir. Aku hanya
perlu berusaha sedikit lebih keras lagi. Ha ha” lanjut Toshi dengan mantap.

Rena masih terdiam. Toshi menatapnya lalu berkata “Daripada membicarakanku,
bagaimana denganmu? Sudah kau putuskan pilihanmu?”

“Ya, Aku sudah bicara dengan ayah dan ibu. Mereka tidak menyangka selama ini
aku punya pilihan sendiri, tapi mereka bisa mengerti keinginanku”

“Baguslah kalau begitu. Aku khawatir kau akan terus bicarakan masalahmu
dengan tembok dan buku harianmu” Sindir Toshi.

“Tapi aku tidak akan melanjutkan kuliah di Jepang. Aku akan pergi ke Indonesia”

Kali ini ganti Toshi yang menunjukkan ekspresi terkejutnya

“Kenapa Indonesia? Kupikir kau akan pergi ke Prancis atau Inggris, pusat sastra
dunia setahuku ada disana”

“Aku tahu, maaf kalau baru memberitahumu sekarang, Ayahku dipindah tugaskan
ke kantor cabang di Indonesia. Karena ia memegang posisi penting di lapangan,
jadi kami semua harus ikut tinggal di sana. Lagipula banyak keuntungan dariku
jika bersekolah di sana. Aku bisa mempelajari lebih banyak karya sastra di negara
dengan budaya yang berbeda. Temanku yang tinggal di Jakarta memberikanku
rekomendasi jurusan sastra di Universitas yang bagus”

“Apa, kau tahu tantangannya? Memangnya kau sudah bisa bahasa Indonesia? Ini
akan menjadi hal yang sangat baru buatmu”

“Aku berusaha. Aku mempelajarinya sejak sebulan lalu. Masalah lain
akan berusaha kuatasi. Aku tidak mau perbedaan yang ada di sana menjadi
penghambatku. Seperti katamu, lakukan yang terbaik pada setiap kesempatan”

Toshi hanya tertawa mendengarnya. “Aku percaya. Lalu kapan kau akan
berangkat?”

“Aku akan berangkat besok. Maaf jika aku baru memberitahumu sekarang”

“Begitukah? Baiklah, jadi ini pertemuan terakhir kita. Tidak apa, Walaupun
begitu ingatlah bahkan dari tengah lautan Pasifik pun aku akan selalu
mendukungmu. Kau punya impian besar, jadi jangan menyerah!”

“Uhm..” Rena mengangguk bersemangat.. “Apakah kita akan bertemu lagi suatu
saat nanti?”

“Entahlah, waktu yang akan menjawab. Tapi kurasa aku adalah orang yang paling
ingin membaca karyamu nanti”

Rena kembali tersenyum, bersyukur memilki teman yang baik selama tiga tahun
ini walaupun pada akhirnya jalan hidup mereka harus berbeda satu sama lain.

Malam mulai membungkus langit, cahaya senja yang merah kini telah digantikan
oleh gemerlapan penerangan kota. Suasana temaram itu mengakhiri perjumpaan
terakhir mereka. Keduanya saling mengucapkan salam perpisahan dan pergi
menuju arah yang berlawanan. Namun hanya berselang beberapa saat Rena
menghentikan langkahnya, ia berteriak ke arah Toshi

Toshi berhenti melangkah dan menengok.

“Domo Arigatou!” Rena membungkukkan badannya.

Toshi hanya tersenyum kecil. Ia tidak berkata apa-apa lagi selain hanya
melambaikan tangannya sambil berbalik pergi.

“Ganbatte Rena” Ucapnya dalam hati.

***

Aruvian_Di

Twitter : @AruvianD
#minRA